Rabu, 08 Mei 2013

gadis motor



‘Bruuuk… aduuuh!’ tubuhku jatuh berdebam ke tanah pemakaman. sambil celinguk ke kanan dan kiri memantau apakah ada yang melihat kejadian barusan.
‘Fiyuuuh amaan..’hanya ada satu orang yang tidak aku kenal melihatnya, tidak mengapa lah jalanan di kuburan ini memang sempit dan sedikit licin. Dengan menahan nyeri karena pergelangan kakiku terkena mesin motor, aku berusaha bangkit dan melanjutkan perjalanan kerumah. Taukah kawan, banyak orang yang bilang kalau naik motor belum jatoh belum jago namanya! Itu kejadian pertama kalinya sejak aku dilepas papa untuk melancarkan skill bermotorku, saat itu aku masih duduk di bangku kelas 5 SD. Dan untuk beberapa saat lamanya aku tidak mau membawa motor sendiri lagi. 

Beberapa bulan kemudian, rasa rindu itu selalu ada. Sehabis pulang dari mengunjungi mall baru di daerah dekat rumahku, aku kembali mendapat izin dari papa untuk mencoba mengendarai motor sendiri lagi. Putaran pertama masih lancar, aku memutuskan untuk mencoba menempuh rute yang lebih jauh lagi, saat itu aku mulai merasa semakin jago. Aku masuk ke perkampungan belakang dengan mulus, setelah merasa bosan dan lelah, aku memutuskan untuk pulang kerumah, saat memutar balik motor, aku tidak sadar bahwa tepat dibawah ban motorku ada batu kecil bulat yang. Belum sadar ada batu bulat aku gas motornya seketika motorku oleng, aku panik, motor itu malah semakin aku gas. Beberappa detik kemudian ‘Bruuuk!’ aku tidak sadar bahwa badan ku sudah terlempar ke pagar rumput milik nenek belakang dan motorku masuk ke dalam got besar. Dengan badan sekecil itu aku berusaha bangkit dan mengangkat motor ku, namun tidak berhasil.  
itu semua tidak seberapa masalah kawan, yang jadi masalah adalah saat itu beberapa meter dari tempat aku jatuh ada pertunjukan topeng monyet, banyak anak kecil dan warga yang menonton pertunjukan topeng monyet itu. Namun, dengan melihat kejadian yang menimpa diriku, dan suara berdebam yang cukup kencang, berbondong-bondong warga datang menghampiriku meninggalkan tempat pertunjukan topeng monyet, aku tidak tahu benar apa yang ingin mereka lakukan. entah mau menolong atau sekedar menatap prihatin atau berfikir dalam hati ‘ini anak siapa sih? gaya-gayaan bawa motor, kakinya belum sampe tuh pasti!’ atau ‘duh kasian anak kecil kelempar dari motor’ aah tak taulah apa yang ada di benak mereka. Dengan mengeluarkan tenaga yang cukup besar, beberapa mas-mas menolong ku untuk mengeluarkan motor dari got besar, usaha mereka tidak sia-sia. Motor itu berhasil dikeluarkan. Untungnya tidak ada luka berarti pada tubuhku, hanya lecet sedikit. Namun jangan ditanya kawan, malunya itu lahir batin, aku juga iba melihat grup topeng monyet yang harusnya mendapat uang dari penonton, penontonnya malah sekarang mengelilingiku, maafkan aku, itu semua diluar kehendakku namun sekarang disini bintangnya aku…

dua kejadian diatas memang kisah masa kecilku dalam mengendarai motor, ternyata kisa jatuh bangunku tidak sampai disitu. Menginjak masa-masa remaja galau, aku mulai memasuki sekolah lanjutan tingkat pertama. Beberapa tahun aku mulai vakum mengasah skill bermotorku karena sekolahku mulai jauh dan belum sempat belajar motor lagi. Tetapi saat aku memasuki kelas 9, temanku mengundangku datang ke acara ulang tahunnya. Karena jarak yang tidak  begitu jauh dari rumah, aku diizinkan membawa motor oleh kedua orang-tuaku. Saat berangkat aman-aman saja kawan, aku sampai dengan selamat dan bisa menikmati acara ulang tahun dengan gembira bersama teman-teman. Setelah acara selesai, aku pamit kepada temanku dan kedua orang-tuanya sang pemilik rumah. Saat pulang, ada temanku yang meminta pulang bareng denganku yang biasa disebut ‘nebeng’ aku dengan senang hati mengiyakan permintyaannya sambil ingin sedikit pamer dengan keahlian bermotorku, maklum kawan saat itu belum bayak orang yang bisa mengendarai motor. Awalnya perjalanan kami baik-baik saja, saat kami berpapasan dengan motor kawanku, kawanku ramah menyapa ‘duluan ya!’. Dan dengan bodoh bin sotoy aku membalas ‘iya dadaaah!’ sambil melepas satu tangan karena ingin melambai. Beberapa saat kemudian bisa ditebak ’bruuuuuk!’ aku kembali jatuh kawan. Bukan itu masalah besarnya, lagi-lagi badanku tidak apa-apa, tetapi badan temanku sampai keseleo dan memanggil tukang urut hari itu juga. Besoknya saat masuk sekolah, temanku menunjukan lebam bekas kejadian kemarin, dan kejadian itu menjadi bahan lelucon dan tertawaan teman-temanku sampai puas hari itu. aku hanya menanggapi dengan nyengir dan bilang semboyan pamungkas ‘belum jago naik motoh kalau belum jatoh!’
lama-lama aku mulai bingung, aku ini semakin jago atau apa? Hmm sudahlah. Suatu hari nanti aku akan berhati-hati.

Menginjak masa-masa SMA kali ini aku benar-benar membawa motor kesekolah, meski aku sekolah di ibu kota, namun sekolahku masuk ke dalam gang cukup jauh dan sulit dijangkau angkutan umum, karena kedua orang tuaku yang sibuk bekerja dan kakakku sibuk kuliah, orang tuaku memutuskan untuk membelikan aku sebuah motor baru, kali ini motor itu benar-benar akan menjadi milikku kawan, aku diajak mama dan papa pergi ke dealer motor untuk memilih sendiri motor yang aku mau dan warna yang aku sukai. Mungkin ini bagian dari hadiah aku memasuki SMA negeri dan termasuk kado ulang tahunku. Bukannya apa-apa kawan, masuk SMA negeri ibukota itu bukan perkara mudah, saingannya cukup banyak, bahkan pemilih sekolahku saat aku masuk diumumkan mencapai seribu lebih, namun yang diterima hanya 350 orang. Tentu saja aku sangat senang, aku sekarang mempunyai matic putih yang cantik, mulai sekarang aku dan matic itu akan menjadi sahabat baik, yaa ia akan menjadi sahabat sejatiku.

Masa SMA ku cukup padat, aku masuk pukul 6.30 dan pulang pukul 15.00 belum ditambah extrakurikuler yang aku minati seringkali saat magrib aku baru pulang, dan memasuki kelas 12 ditambah pendalaman materi untuk menghadapi ujian nasional, diluar itu semua aku juga mengikuti bimbingan belajar hingga jam 8 malam, hari-hariku semakin menghimpit. Aku cukup lelah, tetapi karena semangat yang membara mencapai cita-cita, aku harus kuat dan bertahan. Karena sering tidur larut, aku kadang habis subuh tidur sebentar, dan di pagi hari jadi sering terburu-buru. Hampir setiap masuk ke sekolah aku ngebut. Aku tidak menggunakan jalan raya, karena macet ibu kota memang sudah sangat parah. Aku menggunakan jalan tembus lewat perkampungan, jalur itu jauh lebih cepat dibangdingkan melewati macetnya jalan raya yang biasa orang pakai. Walau lewat jalur kampung aku tetap harus bergegas karena sekolahku masuk pukul 6.30. sekolahku absen menggunakan sidik jari. Dan jika terlambat orang tua akan segera tahu, karena server sidik jari terhubung dengan nomor telepon orang tua.  Mau tidak mau aku harus dating sebelum jam 6.30. Di perkampungan itu aku melaju dengan kencang tanpa terasa, ‘krek!’ hmm apa itu ya dalam hatiku, aku berhenti dan melihat kebelakang. Astagfirullah ternyata ada seekor ayam barusan aku lindas, bagaimana ini?. Ayam itu kelojotan dan beberapa saat kemudian menghembuskan nafas terakhir. Aku panik, waktu itu bulan ramadhan dan harga ayam sedang melambung tinggi, apalagi ini ayam kampung, pasti mahal sekali harganya. Ada warga yang menghampiriku, ‘ayam itu milik ibu yang rumahnya disitu dek!’ sambil menunjuk salah satu rumah. Akhirnya dengan muka yang sok bertanggung jawab, dengan hati yang khawatir berapa harga ayam itu, plus takut terlambat. Aku mengetok rumah yang ditunjuk, bertanya berapa harga ayamnya. Alhamdulillah, si pemilik ayam sangat manusiawi, bahkan saat melihat aku memakai seragam ia tidak tega untuk meminta ganti rugi. Namun, aku yakinkan si ibu bahwa aku membawa uang walaupun tidak banyak. Untungnya ibu itu tidak terpengaruh  harga pasar yang mau menyambut lebaran, ibu itu hanya meminta ganti 20rb, Alhamdulillah uangku saat itu cukup dan aku kembali meneruskan perjalanan ke sekolah.

Kisah aku dan motor saat SMA  bukan hanya itu, saat itu aku beramai-ramai kerumah sahabatku, baru saat aku hendak menyalakan mesin motor sambil memutar arah motor, kakiku masuk ke selokan kecil, motorku oleng dan dengan sigap aku tahan dengan tangan. Namun apa yang terjadi. Pergelangan tanganku keseleo kawan, sakit sekali. Sulit untuk digerakkan. Dengan menanggung nyeri yang luar biasa, aku berusaha membawa motorku pulang. Sampai rumah aku mengadu kepada mamaku dan mama menyuruh aku pergi ke salon depan rumahku untuk diurut, ya ibu salon itu memang sedikit multi fungsi. Taukah kamu sakitnya saat diurut? Nyerinya itu sampai keubun ubun tiap kali ibu itu menyentuh tanganku, dengan mengoleskan salep yang panasnya minta ampun, itu semua sangat menyiksa berjam-jam panasnya terasa membakar lenganku.
Tidak banyak percakapan selama diurut, paling hanya aduh dari mulutku setiap ibu ini menyentuh lenganku. Dan yang paling cetar membahana pas bagian dialog si ibu padaku.
‘wah ini mba uratnya banyakkyang merengkel nih tahan ya neng!’ halam hitungan detik, hiyaaat gerakan gesit dari si ibu menarik tanganku, jangan ditanya. sakitnya minta ampun, ini juga udah berusaha tahan bu, huhuhu
Walhasil selesai diurut tanganku belum kunjung membaik malah semakin nyeri, baru memasuki hari keempat sudah mulai membaik sampai akhirnya sembuh total.

Lagi-lagi, kisah jatuh bangunku dalam mengendarai motor belum sampai disitu, saat ini aku sudah mulai masuk kuliah kawan, beat putihku pun tidak ketinggalan ikut aku merantau menimba ilmu di sebuah Universitas Jantoeng Hatee rakyat Atjeh ini. Aku ngekos di salah satu kos seputaran kampus, namun tetap saja membutuhkan motor karena tidak setiap saat ada kendaraan umum apalagi memasuki malam hari, terkadang jika ada praktikum aku terpaksa pulang malam. Hari itu saat pulang kampus kebetulan aku bertemu dengan teman satu kosku, kami satu fakultas namun beda program studi, temanku ini anak psikologi. Aku mengajaknya untuk pulang bareng. Dia setuju dan naik di belakang ku. Sebetulnya karena sudah pulang kampus dan tidak ada kegiatan lain, aku pelan-pelan membawa motorku, namun tepat depan gang kosan kami, sebentar lagi kami sampai, ada sebuah motor menabrak dari samping, ‘duaaaar’ lagi-lagi, kali ini aku terjatuh, namun badanku tidak apa apa kawan, hanya lecet sedikit, namun temanku yang terkena benturan. Panik luar biasa, habis jatuh aku langsung bangkit dan berlari menuju kosan meminta bantuan kepada bapak kos untuk mengantar kami dengan mobilnya ke rumah sakit. Beruntung, saat itu bapak kos ada ditempat. Dengan sigap kami mengantar temanku itu. Rintihan temanku selama perjalanan membuat aku semakin panik, ia menangis membuatku semakin iba, akupun ikut menangis. Dalam situasi itu bapak kos hanya menatap bingung. Bagaimana tidak, temanku bilang bahwa kepalanya terbentur aspal dan kakinya terkena roda motor, ya Allah yang  aku harapkan saat itu hanya tidak terjadi fraktura pada kepala dan kakinya. Peduli amat soal penabrak yang kabur ataupun biaya rumah sakit yang mungkin nanti bakal orangtuaku tanggung. Aku memikirkan kata-kata yang tepat untuk melapor ke orang tuaku. Beruntung, berkah luar biasa sebelum sempat aku melapor, setelah temanku melewati segala pemeriksaan, tidak terjadi kerusakan berarti pada kepala dan kakinya. Untunggnya lagi karena temanku memiliki kartu penduduk setempat, ia memiliki jaminan kesehatan yang berarti total biaya pemeriksaan, pelayanan,  dan obat RP 0,00 atau gratis. Alhamdulillah, aku sangat lega. Sejak saat itu aku berjanji akan jauh lebih hati-hati saat berkendara.

Eh tetapi ceritaku dan motor belum sampai disitu kawan. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kemuadian, disaat kita berhati-hati orang lain mungkin sedang diburu waktu untuk datang ke suatu jamuan acara penting.  Mirip kisah sebelumnya, saat itu aku sedang membonceng temanku menuju kos, hanya hitungan meter aku sampai kosan, pagarnya pun sudah terlihat. Tiba-tiba datang dari arah samping sebuah motor dengan kecepatan tinggi. Aku kaget, reflek aku menarik rem. Kali ini aku dan temanku sungguh tidak apa-apa. Aku berhasil mempertahankan motorsekuat tenaga dengan tangan dan kakiku agar tidak jatuh. Namun, dampaknya baru terasa, tanganku keseleo. Dan sampai tulisan ini selesai dibuat, tanganku masih nyeri karena kejadian barusan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar