‘Bruuuk… aduuuh!’ tubuhku jatuh berdebam ke tanah pemakaman.
sambil celinguk ke kanan dan kiri memantau apakah ada yang melihat kejadian
barusan.
‘Fiyuuuh amaan..’hanya ada satu orang yang tidak aku kenal
melihatnya, tidak mengapa lah jalanan di kuburan ini memang sempit dan sedikit
licin. Dengan menahan nyeri karena pergelangan kakiku terkena mesin motor, aku
berusaha bangkit dan melanjutkan perjalanan kerumah. Taukah kawan, banyak orang
yang bilang kalau naik motor belum jatoh belum jago namanya! Itu kejadian
pertama kalinya sejak aku dilepas papa untuk melancarkan skill bermotorku, saat
itu aku masih duduk di bangku kelas 5 SD. Dan untuk beberapa saat lamanya aku tidak
mau membawa motor sendiri lagi.
Beberapa bulan kemudian, rasa rindu itu selalu ada. Sehabis
pulang dari mengunjungi mall baru di
daerah dekat rumahku, aku kembali mendapat izin dari papa untuk mencoba
mengendarai motor sendiri lagi. Putaran pertama masih lancar, aku memutuskan untuk
mencoba menempuh rute yang lebih jauh lagi, saat itu aku mulai merasa semakin
jago. Aku masuk ke perkampungan belakang dengan mulus, setelah merasa bosan dan
lelah, aku memutuskan untuk pulang kerumah, saat memutar balik motor, aku tidak
sadar bahwa tepat dibawah ban motorku ada batu kecil bulat yang. Belum sadar
ada batu bulat aku gas motornya seketika motorku oleng, aku panik, motor itu
malah semakin aku gas. Beberappa detik kemudian ‘Bruuuk!’ aku tidak sadar bahwa
badan ku sudah terlempar ke pagar rumput milik nenek belakang dan motorku masuk
ke dalam got besar. Dengan badan sekecil itu aku berusaha bangkit dan
mengangkat motor ku, namun tidak berhasil.
itu semua tidak seberapa masalah kawan, yang jadi masalah
adalah saat itu beberapa meter dari tempat aku jatuh ada pertunjukan topeng
monyet, banyak anak kecil dan warga yang menonton pertunjukan topeng monyet
itu. Namun, dengan melihat kejadian yang menimpa diriku, dan suara berdebam
yang cukup kencang, berbondong-bondong warga datang menghampiriku meninggalkan
tempat pertunjukan topeng monyet, aku tidak tahu benar apa yang ingin mereka
lakukan. entah mau menolong atau sekedar menatap prihatin atau berfikir dalam
hati ‘ini anak siapa sih? gaya-gayaan bawa motor, kakinya belum sampe tuh
pasti!’ atau ‘duh kasian anak kecil kelempar dari motor’ aah tak taulah apa
yang ada di benak mereka. Dengan mengeluarkan tenaga yang cukup besar, beberapa
mas-mas menolong ku untuk mengeluarkan motor dari got besar, usaha mereka tidak
sia-sia. Motor itu berhasil dikeluarkan. Untungnya tidak ada luka berarti pada
tubuhku, hanya lecet sedikit. Namun jangan ditanya kawan, malunya itu lahir
batin, aku juga iba melihat grup topeng monyet yang harusnya mendapat uang dari
penonton, penontonnya malah sekarang mengelilingiku, maafkan aku, itu semua
diluar kehendakku namun sekarang disini bintangnya aku…
dua kejadian diatas memang kisah masa kecilku dalam
mengendarai motor, ternyata kisa jatuh bangunku tidak sampai disitu. Menginjak
masa-masa remaja galau, aku mulai memasuki sekolah lanjutan tingkat pertama.
Beberapa tahun aku mulai vakum mengasah skill bermotorku karena sekolahku mulai
jauh dan belum sempat belajar motor lagi. Tetapi saat aku memasuki kelas 9,
temanku mengundangku datang ke acara ulang tahunnya. Karena jarak yang
tidak begitu jauh dari rumah, aku
diizinkan membawa motor oleh kedua orang-tuaku. Saat berangkat aman-aman saja
kawan, aku sampai dengan selamat dan bisa menikmati acara ulang tahun dengan
gembira bersama teman-teman. Setelah acara selesai, aku pamit kepada temanku
dan kedua orang-tuanya sang pemilik rumah. Saat pulang, ada temanku yang
meminta pulang bareng denganku yang biasa disebut ‘nebeng’ aku dengan senang
hati mengiyakan permintyaannya sambil ingin sedikit pamer dengan keahlian
bermotorku, maklum kawan saat itu belum bayak orang yang bisa mengendarai
motor. Awalnya perjalanan kami baik-baik saja, saat kami berpapasan dengan
motor kawanku, kawanku ramah menyapa ‘duluan ya!’. Dan dengan bodoh bin sotoy
aku membalas ‘iya dadaaah!’ sambil melepas satu tangan karena ingin melambai.
Beberapa saat kemudian bisa ditebak ’bruuuuuk!’ aku kembali jatuh kawan. Bukan
itu masalah besarnya, lagi-lagi badanku tidak apa-apa, tetapi badan temanku
sampai keseleo dan memanggil tukang urut hari itu juga. Besoknya saat masuk
sekolah, temanku menunjukan lebam bekas kejadian kemarin, dan kejadian itu menjadi
bahan lelucon dan tertawaan teman-temanku sampai puas hari itu. aku hanya
menanggapi dengan nyengir dan bilang semboyan pamungkas ‘belum jago naik motoh
kalau belum jatoh!’
lama-lama aku mulai bingung, aku ini semakin jago atau apa?
Hmm sudahlah. Suatu hari nanti aku akan berhati-hati.
Menginjak masa-masa SMA kali ini aku benar-benar membawa
motor kesekolah, meski aku sekolah di ibu kota, namun sekolahku masuk ke dalam
gang cukup jauh dan sulit dijangkau angkutan umum, karena kedua orang tuaku
yang sibuk bekerja dan kakakku sibuk kuliah, orang tuaku memutuskan untuk
membelikan aku sebuah motor baru, kali ini motor itu benar-benar akan menjadi
milikku kawan, aku diajak mama dan papa pergi ke dealer motor untuk memilih sendiri motor yang aku mau dan warna
yang aku sukai. Mungkin ini bagian dari hadiah aku memasuki SMA negeri dan
termasuk kado ulang tahunku. Bukannya apa-apa kawan, masuk SMA negeri ibukota
itu bukan perkara mudah, saingannya cukup banyak, bahkan pemilih sekolahku saat
aku masuk diumumkan mencapai seribu lebih, namun yang diterima hanya 350 orang.
Tentu saja aku sangat senang, aku sekarang mempunyai matic putih yang cantik,
mulai sekarang aku dan matic itu akan menjadi sahabat baik, yaa ia akan menjadi
sahabat sejatiku.
Masa SMA ku cukup padat, aku masuk pukul 6.30 dan pulang
pukul 15.00 belum ditambah extrakurikuler yang aku minati seringkali saat
magrib aku baru pulang, dan memasuki kelas 12 ditambah pendalaman materi untuk
menghadapi ujian nasional, diluar itu semua aku juga mengikuti bimbingan
belajar hingga jam 8 malam, hari-hariku semakin menghimpit. Aku cukup lelah,
tetapi karena semangat yang membara mencapai cita-cita, aku harus kuat dan
bertahan. Karena sering tidur larut, aku kadang habis subuh tidur sebentar, dan
di pagi hari jadi sering terburu-buru. Hampir setiap masuk ke sekolah aku
ngebut. Aku tidak menggunakan jalan raya, karena macet ibu kota memang sudah
sangat parah. Aku menggunakan jalan tembus lewat perkampungan, jalur itu jauh
lebih cepat dibangdingkan melewati macetnya jalan raya yang biasa orang pakai.
Walau lewat jalur kampung aku tetap harus bergegas karena sekolahku masuk pukul
6.30. sekolahku absen menggunakan sidik jari. Dan jika terlambat orang tua akan
segera tahu, karena server sidik jari terhubung dengan nomor telepon orang
tua. Mau tidak mau aku harus dating sebelum
jam 6.30. Di perkampungan itu aku melaju dengan kencang tanpa terasa, ‘krek!’
hmm apa itu ya dalam hatiku, aku berhenti dan melihat kebelakang. Astagfirullah
ternyata ada seekor ayam barusan aku lindas, bagaimana ini?. Ayam itu kelojotan dan beberapa saat kemudian
menghembuskan nafas terakhir. Aku panik, waktu itu bulan ramadhan dan harga
ayam sedang melambung tinggi, apalagi ini ayam kampung, pasti mahal sekali
harganya. Ada warga yang menghampiriku, ‘ayam itu milik ibu yang rumahnya
disitu dek!’ sambil menunjuk salah satu rumah. Akhirnya dengan muka yang sok
bertanggung jawab, dengan hati yang khawatir berapa harga ayam itu, plus takut
terlambat. Aku mengetok rumah yang ditunjuk, bertanya berapa harga ayamnya.
Alhamdulillah, si pemilik ayam sangat manusiawi, bahkan saat melihat aku
memakai seragam ia tidak tega untuk meminta ganti rugi. Namun, aku yakinkan si
ibu bahwa aku membawa uang walaupun tidak banyak. Untungnya ibu itu tidak
terpengaruh harga pasar yang mau
menyambut lebaran, ibu itu hanya meminta ganti 20rb, Alhamdulillah uangku saat
itu cukup dan aku kembali meneruskan perjalanan ke sekolah.
Kisah aku dan motor saat SMA
bukan hanya itu, saat itu aku beramai-ramai kerumah sahabatku, baru saat
aku hendak menyalakan mesin motor sambil memutar arah motor, kakiku masuk ke
selokan kecil, motorku oleng dan dengan sigap aku tahan dengan tangan. Namun
apa yang terjadi. Pergelangan tanganku keseleo kawan, sakit sekali. Sulit untuk
digerakkan. Dengan menanggung nyeri yang luar biasa, aku berusaha membawa
motorku pulang. Sampai rumah aku mengadu kepada mamaku dan mama menyuruh aku
pergi ke salon depan rumahku untuk diurut, ya ibu salon itu memang sedikit
multi fungsi. Taukah kamu sakitnya saat diurut? Nyerinya itu sampai keubun ubun
tiap kali ibu itu menyentuh tanganku, dengan mengoleskan salep yang panasnya
minta ampun, itu semua sangat menyiksa berjam-jam panasnya terasa membakar
lenganku.
Tidak banyak percakapan selama diurut, paling hanya aduh
dari mulutku setiap ibu ini menyentuh lenganku. Dan yang paling cetar membahana
pas bagian dialog si ibu padaku.
‘wah ini mba uratnya banyakkyang merengkel nih tahan ya neng!’ halam hitungan detik, hiyaaat gerakan
gesit dari si ibu menarik tanganku, jangan ditanya. sakitnya minta ampun, ini
juga udah berusaha tahan bu, huhuhu
Walhasil selesai diurut tanganku belum kunjung membaik malah
semakin nyeri, baru memasuki hari keempat sudah mulai membaik sampai akhirnya sembuh
total.
Lagi-lagi, kisah jatuh bangunku dalam mengendarai motor
belum sampai disitu, saat ini aku sudah mulai masuk kuliah kawan, beat putihku
pun tidak ketinggalan ikut aku merantau menimba ilmu di sebuah Universitas
Jantoeng Hatee rakyat Atjeh ini. Aku ngekos di salah satu kos seputaran kampus,
namun tetap saja membutuhkan motor karena tidak setiap saat ada kendaraan umum
apalagi memasuki malam hari, terkadang jika ada praktikum aku terpaksa pulang
malam. Hari itu saat pulang kampus kebetulan aku bertemu dengan teman satu
kosku, kami satu fakultas namun beda program studi, temanku ini anak psikologi.
Aku mengajaknya untuk pulang bareng. Dia setuju dan naik di belakang ku.
Sebetulnya karena sudah pulang kampus dan tidak ada kegiatan lain, aku
pelan-pelan membawa motorku, namun tepat depan gang kosan kami, sebentar lagi
kami sampai, ada sebuah motor menabrak dari samping, ‘duaaaar’ lagi-lagi, kali
ini aku terjatuh, namun badanku tidak apa apa kawan, hanya lecet sedikit, namun
temanku yang terkena benturan. Panik luar biasa, habis jatuh aku langsung bangkit
dan berlari menuju kosan meminta bantuan kepada bapak kos untuk mengantar kami
dengan mobilnya ke rumah sakit. Beruntung, saat itu bapak kos ada ditempat. Dengan
sigap kami mengantar temanku itu. Rintihan temanku selama perjalanan membuat
aku semakin panik, ia menangis membuatku semakin iba, akupun ikut menangis. Dalam
situasi itu bapak kos hanya menatap bingung. Bagaimana tidak, temanku bilang
bahwa kepalanya terbentur aspal dan kakinya terkena roda motor, ya Allah yang aku harapkan saat itu hanya tidak terjadi
fraktura pada kepala dan kakinya. Peduli amat soal penabrak yang kabur ataupun
biaya rumah sakit yang mungkin nanti bakal orangtuaku tanggung. Aku memikirkan
kata-kata yang tepat untuk melapor ke orang tuaku. Beruntung, berkah luar biasa
sebelum sempat aku melapor, setelah temanku melewati segala pemeriksaan, tidak
terjadi kerusakan berarti pada kepala dan kakinya. Untunggnya lagi karena
temanku memiliki kartu penduduk setempat, ia memiliki jaminan kesehatan yang
berarti total biaya pemeriksaan, pelayanan, dan obat RP 0,00 atau gratis. Alhamdulillah,
aku sangat lega. Sejak saat itu aku berjanji akan jauh lebih hati-hati saat berkendara.
Eh tetapi ceritaku dan motor belum sampai disitu kawan. Kita
tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kemuadian, disaat kita berhati-hati
orang lain mungkin sedang diburu waktu untuk datang ke suatu jamuan acara
penting. Mirip kisah sebelumnya, saat
itu aku sedang membonceng temanku menuju kos, hanya hitungan meter aku sampai
kosan, pagarnya pun sudah terlihat. Tiba-tiba datang dari arah samping sebuah motor
dengan kecepatan tinggi. Aku kaget, reflek aku menarik rem. Kali ini aku dan
temanku sungguh tidak apa-apa. Aku berhasil mempertahankan motorsekuat tenaga
dengan tangan dan kakiku agar tidak jatuh. Namun, dampaknya baru terasa,
tanganku keseleo. Dan sampai tulisan ini selesai dibuat, tanganku masih nyeri
karena kejadian barusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar