Siapa yang tak ingin
memiliki sebuah keluarga bahagia, sepasang suami-istri yang saling mencintai
dilengkapi dengan buah hati yang cerdas. Sebuah keluarga yang tiap detiknya
dihiasi dengan kelembutan dan setiap menitnya diisi dengan kasih sayang, cinta dan tanggunng
jawab. Setiap individu dalam keluarga menjalankan tugas dalam harmonisasi yang
sempurna, ayah mencari nafkah, ibu membuatkan sarapan dan anak yang penurut.
Pasti setiap makhluk Tuhan di bumi akan cemburu melihatnya. Sayangnya takdir
indah itu tidak selalu menjadi bagian dari setiap makhluk Tuhan yang bernama
manusia di bumi ini. Faktanya jauh api dari panggang, namun Tuhan pasti punya skenario
yang paling baik untuk setiap hamba-hambanya.
Mbok Sumi seorang janda
paruh baya tinggal di sudut desa yang
terletak di pedalaman Jawa, hidupnya jauh dari kata menyenangkan, jangankan
anak, suami saja tak punya. Mbok Sumi kehilangan suaminya untuk selama-lamanya
tujuh tahun yang lalu. Saat itu baru dua minggu usia pernikahan mbok Sumi,
suami mbok Sumi tertiban pohon yang tumbang saat pejalanan pulang dari ladang timun
milik mereka. Seiring hari berlalu Mbok Sumi iri dengan tetangga yang memiliki
keluarga utuh, apalagi semakin hari Ia semakin ingin memiliki seorang anak.
Mbok Sumi merasa takdir tidak adil padanya, padahal selama ini ia selalu
berbuat baik. Dan rasa iri ini mungkin yang pertama tumbuh subur di hatinya. Ia
sebatang kara, usianya kini hampir menginjak 40 tahun, Ia mulai berfikir, jika
lanjut usia nanti siapakah yang akan mengurus dirinya kelak? Ia sungguh
kesepian, akhirnya pada suatu hari Ia membuat sebuah keputusan besar.
Derasnya hujan dan
gelegar suara petir di malam Jum’at kliwon tidak mengurungkan niat Mbok Sumi
pergi ke puskesmas poli kandungan untuk
menculik seorang anak yang baru saja lahir dari seorang ibu muda, kala
itu jam dinding berdentang genap duabelas kali, para perawat tampak kelelahan
di duduk di meja jaga. Dengan gerakan gesit dan hati-hati Mbok Sumi akhirnya
berhasil membawa kabur si bayi mungil malang itu.
Berita hilangnya bayi
mungil itu mulai tersebar ke seluruh kampung, Mbok Sumi mulai cemas jika Ia
tertangkap tangan oleh aparat desa sedang bersama bayi yang hilang itu. Mbok
Sumi memutuskan untuk pindah ke desa sebrang yang berjarak cukup jauh dari
desanya sekarang. Pagi buta Ia menumpang truk sayur yang akan berangkat ke
pasar. Sesampainya di pasar mbok Sumi memutuskan mencari pemukiman untuk
mengontrak rumah agar Ia bisa melanjutkan hidup bersama bayinya sekarang.
Akhirnya Ia mendapatkan sebuah kontrakan mungil yang cukup nyaman untuk
ditempati. Mbok Sumi amat menyukai bayi itu, matanya bulat kulitnya putih
dilengkapi dengan bibir mungil kemerahan. Mbok Sumi merasa mempunyai seorang
anak adalah kebahagiaan terbesar selama hidupnya, untuk mengenang almarhum
suaminya dan ladang timun milik mereka dahulu, Mbok Sumi memetuskan untuk
memberi nama anaknya Timun perak.
Hari berlalu begitu
cepat, tak terasa 17 tahun sejak peristiwa penculikan itu, sampai sekarang
tidak pernah ada yang mengetahui rahasia besar Mbok Sumi. Timun tumbuh menjadi
anak yang sangat membanggakan, Ia sangat menyukai belajar, Ia gadis yangcerdas,
Ia berhasil menamatkan Sekolah Menengah Atas dengan nilai yang amat memuaskan,
biaya sekolah pun Ia dapatkan dari beasiswa karena kepintarannya. Tak hanya itu,
usai tamat SMA sebuah Universitas tinggi negeri di kotanya pun menerima Timun
menjadi mahasiswa penerima undangan di salah satu jurusan favorit yaitu
akuntansi. Mbok Sumi amat bangga dengan kepintaran anaknya, tak kuasa ia
meneteskan air mata saat mengetahui pengumuman itu.
Timun memutuskan untuk
memecahkan celengan yang sejak SMP sudah ia tabung untuk membeli perlengkapan
belajar di kampus. Ia berniat membeli buku-buku literatur serta peralatan
kampus. Sebelum membeli peralatan kampus, Timun sibuk mengurus berkas-berkas
yang ia butuhkan untuk melanjutkan studinya. Gadis itu pergi ke sebuah gerai
fotokopi untuk menduplikasikan berkas persyaratan yang dibutuhkan. Ia terlihat resah karena sebentar lagi kantor
bagian administrasi kampusnya akan tutup. Setelah berkas semua lengkap segera
Ia meninggalkan tempat fotokopi menuju kantor administrasi. Ia lega karena
datang tepat pada waktunya. Hari makin larut, timun memutuskan menaiki dokar
yang lewat depan kampusnya, “pakle depan toko kue itu tolong minggir ya pak
le!” kusir dokar pun berhenti sesuai perintah. “loh duitku ntek loh? Dompet
ku!... tolong copet, copet!”
#jeng jeng jeng.............. bersambung, gatau kapan ada lanjutannya hehehe