Jumat, 19 Juli 2013

Mereka #PenaKamiTidakPuasa

Dua pribadi dengan pautan usia yang tak bisa dibilang sedikit, dari latar belakang keluarga yang mungkin jauh berbeda. Entahlah, tak begitu jauh aku mengenali mereka namun aku kagum dengan sosoknya sejak pertama kali berjumpa.

Tak perlu membeberkan deretan prestasi yang telah diraih, dengan mendengarnya berbicara kau akan tahu kalau dia pribadi yang cerdas. Wawasannya luas, katanya padat berisi, sikapnya renyah bersahabat namun tegas saat dibutuhkan. Untuk sebagian orang hal tersebut mungkin sudah biasa dan banyak dimiliki oleh penghuni planet bernama bumi ini.

Ada satu yang tidak biasa, ya kali ini sungguh berbeda. Aku mengaguminya karena imannya. Aku tahu aku bukan Tuhan yang dapat mengukur kedalaman iman seseorang. Aku berpendapat begitu karena aku melihat keteguhan mereka saat menyampaikan kebenaran berdasarkan Al-Qur'an dan sunnah. Keteguhan mereka saat melawan kebatilan yang merajalela, kekuatan mereka untuk berjalan menyampaikan firman-Nya di saat banyak yang memilih jalan lain.

Jauh dari kesan bahwa wanita makhluk lemah, kedua wanita ini selalu menampakkan taringnya pada dunia. Seolah menggenggam dunia pada telapak tangannya. Memilih hidup di jalan Illahi tak berarti dunia terbengkalai. Bagi kaum berpendidikan beasiswa ke luar negeri, siapa yang tidak tertarik? Namun tak semua bisa dipilih, tak semua bisa berangkat. Keduanya pernah mencicipi manis pahitnya studi di ranah Barat, ditengah agamanya menjadi minoritas. Mereka adalah orang-orang pilihan.

Baiklah akan aku ceritakan satu-persatu sosoknya sedikit lebih detail.

#Satu
Dia menjadi pakar di dua disiplin ilmu berbeda, kedokteran dan agama islam. Setiap kali ia mengisi kelas, aku mengabaikan rasa kantuk yang menjadi teman setiaku saat kuliah. Selama ini aku hanya bisa kagum dan fokus setiap kali ia memberikan materi. Aku hanya satu dari 250 mahasiswa dalam kelas itu.
Sesekali aku juga berjumpa dengannya di mushala kampus saat kajian. Di lain waktu aku bertemu saat seminar kedokteran. Lagi-lagi dia sebagai pematerinya. Kali itu mungkin aku satu dari puluhan mahasiswa yang menyimak materinya.

Siapa yang menyangka, saat kita bertemu di sebuah tempat donor darah ia menyapaku. Tak hanya itu, dia memanggil namaku. Aku sangat bangga bukan kepalang, dia tau namaku. Padahal aku hanya mahasiswa baru dan belum memiliki prestasi di kampus. Aku merasa bahwa kita sekarang telah saling mengenal.

#dua
Lagi-lagi kami dipertemukan lewat kampus. Dia mengisi materi saat masa orientasi kampus. Caranya berbicara sungguh menghipnotisku. Dia salah satu senior yang sangat aku kagumi. Dia benar "gaul" tetapi sangat islami. Dengan sederet organisasi, serangkaian tugas dan segerombol masalah, dia lulus tepat pada waktunya.

Aku berjalan dari parkiran menuju mushala, aku bertemu dengannya. Demi sopan santun junior aku menyapanya. Dia balas menyapa renyah. Kami beriringan berjalan ke mushala. Aku menghitung uang hasil jualan di kantin kejujuran. Ia membeli sederet jajanan ringan dan menemaniku menghitung. Sambil mengobrol ringan ia tahu kalau aku salah seorang adik dari mahasiswa di fakultas ini juga. Ya dia tahu diriku, aku senang.

Banyak kekagumannku kepada mereka yang sulit untuk aku tuangkan. Mungkin cukup aku yang tahu. Bagitu mereka adalah sosok kartini masa kini. Wanita berperadaban tinggi yang ingin meraih cinta sang Rabbi. Dia satu dosenku, dia dua seniorku.

2 komentar: